UNDANGAN
UNDANGAN TEMAN
Pagi ini, temanku mengundang kami wali
murid TK A Adzkiya untuk bisa hadir dalam sosialisasi produk HNI di rumahnya.
Planning mau ada acara makan-makan juga. Intinya kumpulan yang ada ilmu tentang
obat-obatan herbal dan juga bisa have fun bareng dengan makan dan ngobrol
bersama. Tapi sayangnya banyak yang ijin dan tidak bisa hadir. Yang hadir
kebanyakan dari TK B. Dia mengatakan kekecewaannya kepadaku dan teman-teman
yang lain karena tidak menghadiri acaranya. Aku jawab karena tiap jumat ada
agenda UPA/halaqoh. Acara dia dari jam9-11. Sebenernya aku selesai UPA tadi jam
10.40 mau langsung gabung kesana tapi apalah daya aku lelah dan tadi lagi
diberikan kelancaran untuk BAB sesuatu yang indah paska mudik dan touring. Aku
sepertinya sekarang gemukan 71 kg dari 68 kg sebelum puasa. pantas saja aku
ngorokan. Dan ada gejala lainnya yaitu susah BAB. Jadi pas adegan bisa BAB tuh
momen yang harus dinikmati. hehehehe....
MERASA BERSALAH DAN KHAWATIR
Dia dah baik mau ngundang kami acara
promosi obat herbal HNI juga member HNI free cuma pake KTP saja. Aku dah pake
sebenernya walau hanya MHS alias minyak butbut obat untuk luka luar. Tapi ada
sih yang minum MHS itu saat dia sedang demam/tidak enak badan. Kalau aku sih
tidak akann melakukannnya karena aromanya cukup membuat puyeng (langu). Temen
aku yang ngundang ini sebenernya tahu beberapa dari kamu wali murid TK A untuk
hari Jumaat agak sulit diajak kumpul. Qodarullohnya karena pengisi acara dari
HNI ini bisannya jumat pagi, ya nasib teman-teman TK A pada tidak bisa datang.
Pasti kecewa berat karena sudah menyiapkan sajian yang lumayan banyak dan
optimal agar kami teman-temannya seneng main di rumahnya. Dia royal untuk
masalah hidangan di rumahnya. Betahin banget apalagi ditambah dengan fasilitas
karaoke dengan speaker 23 jutaan. Berasa kaya dangdutan di panggung gak tuh.
Yang jelas saat dia berkata di dalam pesan whatsappnya bahwa dia kecewa karena
kami tidak datang itu membuatku merasa bersalah. Karena dia teman yang selalu
berusaha ada dan yang pertama OKE AYUK jika kami mengajak nongkrong atau main
dimana.
TK B adalah temannya teman aku yang menurut
dia kurang kompak dan solit kaya TK A saat ini. Untuk acara arisan dkk menurut
temanku ini, kami paling asik dan paling menyenangkan. Tidak ada acara julid,
nyinyir harus ini dan itu. Tapi hari ini kami dah mengecewakan temanku ini
karena tidak bisa memenuhi undangannya hari ini. Aq hanya bisa minta maaf dan
berkata bahwa aku ada UPA, dan sebenrnya ada niatan mau kesana nyusul gitu tapi
keadaan tidak mendukung. Di rumahku sudah tidak ada asisten rumah tangga (sudah
pulang) dan anak keduaku tidak mau ikut pergi dan tidak mau ditinggal sendiri.
Karena sekarang dia sedang bermain laptop. Keburu ada kakaknya atau adiknya
pengen main laptop jadi dia memanfaatkan sebaik-baiknya kesempatan bermain
laptop.
Adab-adab Jamuan dan Menghadiri Undangan
ADAB-ADAB JAMUAN
Oleh Syaikh ‘Abdul Hamid bin ‘Abdirrahman as-Suhaibani
Di antara adab-adab mengundang orang untuk
menghadiri suatu jamuan adalah sebagai berikut:
1. Hendaknya mengundang orang-orang yang
bertaqwa, tidak mengundang orang-orang yang fasiq dan fajir, sebagaimana sabda
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
لاَ تُصَاحِبْ إِلاَّ مُؤْمِناً وَلاَ يَأْكُلْ طَعَامَكَ إِلاَّ تَقِيٌّ.
“Janganlah engkau bergaul kecuali dengan
orang mukmin, dan janganlah sampai menyantap makanan kalian melainkan orang
yang bertaqwa.”[1]
2. Hendaknya tidak mengkhususkan undangan
bagi orang kaya saja tanpa mengundang orang-orang miskin, sebagaimana hadits:
شَرُّ الطَّعَامِ طَعَامُ الْوَلِيْمَةِ يُدْعَى إِلَيْهَا اْلأَغْنِيَاءُ دُوْنَ الْفُقَرَاءِ.
“Sejelek-jelek makanan adalah makanan
jamuan resepsi, dimana hanya orang kaya saja yang diundang tanpa mengundang
orang miskin.”[2]
3. Hendaknya acara jamuan tersebut tidak
ditujukan untuk berbangga-bangga dan menyombongkan diri, namun jamuan tersebut
diadakan dengan tujuan untuk mengikuti Sunnah dan meneladani perbuatan Nabi
kita dan Nabi-Nabi yang lain, seperti Nabi Ibrahim, dimana beliau diberi
julukan Abu adh-Dhifan (orang yang suka menjamu tamu). Begitu pula hendaknya
diniatkan untuk menghadirkan kegembiaran di kalangan orang-orang mukmin,
berbagi suka cita, kesenangan di hati saudara-saudaranya.
4. Hendaknya tidak mengundang orang yang
mempunyai kendala untuk menghadiri jamuan dan tidak pula mengundang orang yang
merasa terganggu dengan tamu yang hadir. Hal ini sebagai usaha untuk menjauhkan
gangguan dari seorang muslim, sedangkan mengganggu sesama muslim adalah
perbuatan haram.[3]
ADAB-ADAB DALAM MEMENUHI UNDANGAN JAMUAN
1. Hendaknya segera memenuhi undangan dan
jangan sampai menunda-nundanya kecuali jika udzur (alasan tertentu yang
dibenarkan), seperti khawatir dapat merusak agama[4] dan fisiknya. Sebagaimana
sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
مَنْ دُعِيَ فَلْيُجِبْ
“Barangsiapa yang diundang, hendaklah ia
memenuhinya.”[5]
Dan hadits yang lainnya:
لَوْ دُعِيْتُ إِلَى كُرَاعِ شَاةٍ َلأََجَبْتُ، وَلَوْ أُهْدِيَ إِلَيَّ ذِرَاعٌ لَقَبِلْتُ.
“Jika aku diundang untuk menghadiri jamuan
makan kaki kambing, pasti aku akan penuhi, jika aku dihadiahi lengan kambing,
pasti aku terima.”[6]
2. Hendaknya tidak membedakan kehadirannya
dalam rangka memenuhi dua undangan antara undangan dari orang miskin dan orang
kaya, karena dengan (hanya mengutamakan untuk memenuhi undangan orang kaya dan)
tidak memenuhi undangan dari orang miskin hanya akan membuatnya kecewa dan
sedih. Di samping hal tersebut menggambarkan kesombongan, sedang sombong adalah
sifat yang dibenci. Tentang memenuhi undangan orang miskin, diriwayatkan bahwa
al-Hasan bin ‘Ali Radhiyallahu anhuma berjalan melewati orang-orang miskin yang
sedang menghamparkan serakan remukan roti di atas tanah dan mereka sedang
memakannya. Mereka berkata kepada al-Hasan bin ‘Ali : “Mari makan siang bersama
kami, wahai cucu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Al-Hasan bin ‘Ali
berkata: “Ya boleh, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
sombong.” Usai berkata seperti itu, al-Hasan bin ‘Ali turun dari baghal
(peranakan kuda dan keledai) tunggangannya dan makan bersama orang-orang miskin
tersebut.
Baca Juga Beberapa Kesalahan Dalam
Penamaan Dan Istilah
3. Hendaknya tidak membedakan kehadirannya
dalam rangka memenuhi dua undangan, antara undangan dari orang yang tempat
tinggalnya jauh dengan undangan dari orang yang tempat tinggalnya dekat. Jika
engkau mendapatkan dua undangan tersebut, maka selayaknya untuk memenuhi
undangan yang lebih dulu datang, dan menyampaikan permintaan maaf kepada
pengundang yang kedua.
4. Hendaknya tidak menunda-nunda untuk
datang ke jamuan makan hanya dengan alasan puasa, namun ia harus tetap hadir.
Jika tuan rumah (pengundang) senang jika ia memakan hidangannya, maka
diperbolehkan baginya membatalkan puasa (sunnah) yang dilakukannya, karena
menghadirkan kegembiraan pada hati seorang mukmin itu adalah termasuk amalan
yang dapat mendekatkan diri kepada Allah. Atau apabila ia tetap ingin
melanjutkan puasanya, maka hendaklah ia mendo’akan tuan rumah, sebagaimana
sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إِذَا دُعِيَ أَحَدُكُمْ فَلْيُجِبْ فَإِنْ كَـانَ صَائِـمًا فَلْيُصَلِّ وَ إِنْ كَانَ مُفْطِرًا فَلْيَطْعَمْ.
“Apabila seorang di antara kalian diundang
(makan), maka penuhilah, apabila dia sedang berpuasa (sunnah) hendaklah dia
mendo’akan pihak pengundang dan apabila ia tidak berpuasa hendaknya ia makan
makanan (yang ada pada jamuan tersebut).”[7]
5. Hendaknya kedatangannya dalam rangka
memenuhi undangan diniatkan untuk menghormati saudaranya sehingga ia memperoleh
ganjaran atas kehadirannya tersebut.
ADAB-ADAB MENGHADIRI UNDANGAN
1. Hendaknya jangan membuat pihak
pengundang berlama-lama menunggu karena hal ini membuat pihak pengundang
menjadi gelisah. Dan hendaknya tidak datang terlalu awal sehingga mengejutkan
pihak pengundang sebelum mereka membuat persiapan, karena yang demikian itu
dapat mengganggu pihak pengundang.
2. Jika ia masuk ke rumah pengundang, ia
tidak boleh menonjolkan dirinya di pertemuan, namun selayaknya baginya untuk
bersikap tawadhu’ di dalamnya dan jika tuan rumah (pengundang) menyuruhnya
duduk di salah satu tempat, maka dia harus duduk di tempat itu dan tidak boleh
pindah darinya.
3. Pihak pengundang harus segera
menghidangkan makanan kepada para tamunya, karena dengan menyegerakan
penghidangan makanan kepada tamunya termasuk perbuatan memuliakan tamu. Dan
syari’at agama Islam telah memerintahkan ummatnya untuk memuliakan tamunya.[8]
4. Hendaknya bagi tuan rumah tidak
cepat-cepat membereskan makanan sebelum tangan tamu diangkat daripadanya dan
selesai menikmati makanannya.
5. Hendaknya si pengundang (tuan rumah)
dapat menghidangkan makanan secukupnya kepada para tamunya, apabila hidangan
tersebut terlalu sedikit itu mengurangi kesopanan (kedermawanan) dan hidangan
yang terlalu banyak itu mencerminkan perbuatan riya’ (berlebihan). Dan kedua
hal tersebut (menghidangkan makanan yang terlalu sedikit dan terlalu banyak)
adalah perbuatan yang tercela.
6. Apabila ada tamu singgah di rumah
seseorang, ia tidak boleh singgah (menginap) di rumah tersebut lebih dari tiga
hari, terkecuali jika tuan rumah memintanya untuk tetap tinggal di dalam
rumahnya. Apabila tamu tersebut ingin keluar rumah (pulang), ia harus izin
kepada tuan rumah.[9]
7. Bagi tuan rumah sudah selayaknya
mengajak jalan-jalan tamunya keluar rumah.
8. Jika seorang tamu pergi dari rumah
yang disinggahinya, maka ia harus pergi dengan lapang dada, kendatipun misalnya
ia mendapatkan perlakuan yang tidak selayaknya dari tuan rumah. Sikap lapang
dada itu termasuk akhlaq mulia dimana dengannya seseorang dapat menyamai
derajat orang yang berpuasa dan derajat orang yang melakukan shalat
Tahajjud.[10]
Referensi :
https://almanhaj.or.id/4006-adab-adab-jamuan-dan-menghadiri-undangan.html
Berharap tadi bisa hadir diundangan temenku tersebut tapi namanya ada kendala dan sudah minta maaf, sisanya kembalikan ke Alloh saja.semoga teman aku diberikan keridhoan dan keikhlasan karena teman TK A benar-benar tidak bisa menghadiri undangannya hari ini
BalasHapus